Tampilkan postingan dengan label Sunnah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sunnah. Tampilkan semua postingan

Minggu, 15 November 2015

Adakan Pertemuan Siluman Dengan 35 Kiai NU, GP Ansor Kayen Bubarkan Acara HTI

Pesantren Al-Amien Purwokerto - Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mendapatakan perlawanan dari PAC GP Ansor Banser dan Pagar Nusa Kecamatan Kayen, Pati, pada saat mereka mengadakan pertemuan di Gedung Haji, Kec. Kayen, Kab. Pati, Jateng, Ahad (13/11/2016) pagi.

Awalnya, Ketua PAC GP Ansor Kayen mendapatakan selebaran yang isinya akan ada kegiatan mengatasnamakan HTI di daerah tersebut yang kabarnya mengundang tokoh-tokoh NU di 21 desa se Kecamatan Kayen. Setelah ditelusuri, ternyata informasi tersebut benar adanya.

Adakan Pertemuan Siluman Dengan 35 Kiai NU, GP Ansor Kayen Bubarkan Acara HTI - Pesantren Al-Amien Purwokerto
Adakan Pertemuan Siluman Dengan 35 Kiai NU, GP Ansor Kayen Bubarkan Acara HTI - Pesantren Al-Amien Purwokerto


Adakan Pertemuan Siluman Dengan 35 Kiai NU, GP Ansor Kayen Bubarkan Acara HTI

Mengingat situasi politik di Jakarta yang belum padam, Ansor langsung berkoordinasi dengan Pagar Nusa (PN) untuk mendatangi acara. Informasi yang diterima Duta Islam menyebutkan, ada 20 anggota HTI dan 35 tokoh NU yang hadir di acara. Ini yang menurut Ansor harus diwaspadai.

Merasa ada sesuatu yang tidak beres, Ketua PAC Ansor, Sunoto, menetapkan siaga 1 wahabi di daerahnya atas digelarnya acara HTI, yang terkesan sembunyi-sembunyi dengan misi politis mempengaruhi tokoh-tokoh kiai sepuh NU.

Dipimpin langsung oleh Sunoto, pagi itu juga sekitar jam 10.00 WIB, 30 orang terdiri atas Ansor, Banser dan Pagar Nusa, bergerak menuju Gedung Haji Kayen. Dalam pertemuan tersebut, HTI mengajak bergabung kepada para kiai NU karena umat Islam disebut sudah bersatu sejak demo 411 di Jakarta.

"Umat Islam sekarang sudah bersatu. Hal ini dibuktikan dengan acara demo 4 November 2016 yang diikuti hampir semua ormas Islam. Oleh karena itu, mari NU juga bersama-sama ormas Islam yang lain untuk menjaga persatuan antar umat Islam yang semakin nyata," kata salah satu anggota HTI, dikutip Duta Islam dari laporan Joko Buono, anggota Pagar Nusa Pati, kemarin (13/11/2016).

Melihat agenda HTI yang main colong kepada sesepuh NU di wilayahnya, Ansor, Banser dan Pagar Nusa memberikan kesempatan pertemuan HTI tersebut hingga pukul 11.30 WIB, sebagaimana rencana awal. "Kalau jam 11.30 tidak bubar, maka akan dibubarkan paksa," demikian ultimatum Ketua Ansor. Redaksi Pesantren Al-Amien Purwokerto belum menerima laporan lebih lanjut atas berita ini. [Pesantren Al-Amien Purwokerto]

Dari : http://www.dutaislam.com/2016/11/adakan-pertemuan-siluman-dengan-35-kiai-gp-ansor-kayen-bubarkan-hti.html

Jumat, 08 November 2013

Pesantren Tersirat dalam Al-Quran Surat Baraah 122

Jepara, Pesantren Al-Amien Purwokerto. Musytasar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Syaroni Ahmadi mengatakan, keberadaan pesantren perlu mendapatkan dukungan dari masyarakat supaya tetap eksis sebgai lembaga yang mengajarkan Islam.

Ia menyampaikan hal itu pada tausiyah tahtiman Al-Quran bin nadlor pesantren Roudlotul Huda dan Roudlotul Hidayah desa Margoyoso kecamatan Kalinyamatan kabupaten Jepara, Senin (16/6) sore.

Pesantren Tersirat dalam Al-Quran Surat Baraah 122 (Sumber Gambar : Nu Online)
Pesantren Tersirat dalam Al-Quran Surat Baraah 122 (Sumber Gambar : Nu Online)


Pesantren Tersirat dalam Al-Quran Surat Baraah 122

Keberadaan pesantren menurut dia, termaktub dalam Surat Baraah: 122. Intinya, orang Islam tidak baik berperang semua, namun harus ada yang menuntut ilmu agama. Jika sudah pandai ilmu ditularkan kepada yang lain, tambahnya.

Saking pentingnya pesantren, Kiai kharismatik asal kota Kretek tersebut menyebut beberapa madrasah di Kudus semisal Qudsiyah, TBS, Banat, Muallimat dan MAN Kudus 2 memiliki pesantren.

Pesantren Al-Amien Purwokerto

Ia menjelaskan ganjaran perang hampir sama dengan menuntut ilmu. Perang yang dihukumi fardlu kifayah dikatakan sahid dunia akhirat. Sedangkan santri yang wafat dalam majlis pengajian maka dikatakan sahid akhirat, imbuh Kiai Syaroni.

Pesantren Al-Amien Purwokerto

Ke depan, santri tersebut akan menjadi pemimpin yang disegani bukan ditakuti. Pemimpin disegani ialah yang dicintai rakyatnya. Sedangkan yang ditakuti, pemimpin yang dibenci rakyat. Kiai Syaroni menegaskan pemimpin yang disegani ialah yang berakhlak mulia dan berilmu pengetahuan. (Syaiful Mustaqim/Abdullah Alawi)

Dari (Pesantren) Nu Online: http://www.nu.or.id/post/read/52733/pesantren-tersirat-dalam-al-qur039an-surat-baraah-122

Pesantren Al-Amien Purwokerto

Selasa, 19 Februari 2013

Gugat Qanun Jinayat, GP Ansor Aceh Nilai Direktur ICJR Tak Paham Hukum

Jakarta, Pesantren Al-Amien Purwokerto. Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor Aceh, Samsul B Ibrahim menilai gugatan terhadap Qanun Jinayat yang dilakukan oleh Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) tidak berdasar. Seharusnya Direktur Eksekutif ICJR, Supriyadi Widodo Eddyono yang menabalkan diri paham hukum memahami konteks kekhususan Aceh melalui Undang-undang Pemerintah Aceh.

Itu artinya dia tidak paham hukum. Dia tidak memahami kekhususan Undang-undang Pemerintah Aceh dan esensi dari Qanun Jinayat itu sendiri. Karena kami melihat, sesungguhnya Qanun Jinayat memuat semangat preventif sehingga tercipta kondisi sosial yang islami, tutur Samsul, Ahad (4/10/2015), dalam siaran pers.

Gugat Qanun Jinayat, GP Ansor Aceh Nilai Direktur ICJR Tak Paham Hukum (Sumber Gambar : Nu Online)
Gugat Qanun Jinayat, GP Ansor Aceh Nilai Direktur ICJR Tak Paham Hukum (Sumber Gambar : Nu Online)


Gugat Qanun Jinayat, GP Ansor Aceh Nilai Direktur ICJR Tak Paham Hukum

Menurut Samsul, secara umum Qanun Jinayat benar-benar mengandung enam prinsip hukum yakni asas keislaman, legalitas, berkeadilan, kemaslahatan, pembelajaran (tadabbur), bahkan perlindungan hak asasi manusia (HAM) yang begitu diagung-agungkan oleh Supriyadi. Dengan demikian, tudingan Supriyadi yang menyebutkan Qanun Jinayat rentan menyasar korban perempuan, anak-anak dan LGBT justru terbantah dengan sendirinya. Dalam konteks perempuan dan anak-anak, justru Qanun Jinayat benar-benar menjadi proteksi hukum. Qanun Jinayat menjunjung tinggi hak-hak perempuan dan anak.

Misalnya dalam kasus tuduhan berzina, namun korban mengaku diperkosa. Qanun Jinayat memegang prinsip keadilan dengan memberikan hak kepada perempuan untuk memberikan alat bukti pemerkosaan, dan para penyidik berkewajiban melakukan penyidikan. Ini bentuk proteksi terhadap perempuan, jelasnya.

Pesantren Al-Amien Purwokerto

Tapi saya lihat semangat Supriyadi hanya untuk memperjuangkan isu-isu Gay dan Homoseksual. Isu ini tidak pernah bisa berdiri sendiri. Selalu menumpang pada isu-isu perempuan dan anak. Mungkin ada sponsor yang memesan ini kali ya, sambungnya lagi sembari tersenyum kecil.

Pesantren Al-Amien Purwokerto

Selanjutnya, Samsul juga membantah tudingan Supriyadi yang menyebutkan bentuk hukuman atas pelanggaran Qanun Jinayat mengandung esensi merendahkan martabat manusia. Dalam Qanun Jinayat sendiri, hukuman yang dimaksud tidak serta-merta berupa cambuk. Sanksi Jinayat pada dasarnya dibagi dalam dua hal. Kedua hal tersebut yakni Hudud dan Tazir. Hudud sendiri masih pada tahapan cambuk, bukan rajam atau potong tangan.

Sementara itu sanksi Tazir sendiri terdiri dari Tazir Utama dan Tazir Tambahan. Kalau Supriyadi benar-benar memahami subtansi Qanun Jinayat, dia akan paham bahwa hukuman itu tidak serta merta cambuk. Ada proses dan pilihan hukuman yang tepat dan bijak diberikan sebagai bentuk pelajaran social, tukas Samsul.

Pun bila dalam implementasi saat ini, tambahnya, terdapat beberapa diskriminasi kasus seperti yang terjadi di Banda Aceh terkait kasus Haji Bakry yang belum melalui proses cambuk, akan sangat naf bila kemudian Supriyadi dan lembaganya menyalahkan Qanun Jinayat. Harusnya, melakukan gugatan hukum Supriyadi dilakukan terhadap Walikota Banda Aceh saat ini, Illiza Saadudin Djamal.

Masak gara-gara ada fair trial atau diskriminasi, kemudian mereka menyalahkan Qanun Jinayat? Kalau begitu, kenapa dia nggak menggugat KUHP yang juga sering diskriminatif terhadap orang miskin. Sekali lagi, itu artinya Supriyadi nggak paham hukum, tutupnya. (Mahbib)

Dari (Nasional) Nu Online: http://www.nu.or.id/post/read/62598/gugat-qanun-jinayat-gp-ansor-aceh-nilai-direktur-icjr-tak-paham-hukum

Pesantren Al-Amien Purwokerto

Selasa, 07 Agustus 2012

Arti Hikmatul Hukama dalam Manaqib Syeikh Abdul Qadir Jailani

Pesantren Al-Amien Purwokerto - Dalam kitab manaqib Syekh Abdul Qodir al-Jailani berjudul an-Nurul Burhany (maupun lainnya) banyak terdapat kalimat yang perlu mendapatkan penjelasan cukup supaya tidak menimbulkan kesalahpahaman pembaca mengingat kedalaman nilai sastranya. Misalnya dalam halaman 42-43 syekh Abdul Qodir al-Jaelani dikutip seperti ini:

لا ينبغى لفقير أن يتصدّى و يتصدّر لإرشاد الناس إلا أن أعطاه الله علم العلماء و سياسة الملوك و حكمة الحكمآء

Arti Hikmatul Hukama dalam Manaqib Syeikh Abdul Qadir Jailani - Pesantren Al-Amien Purwokerto
Arti Hikmatul Hukama dalam Manaqib Syeikh Abdul Qadir Jailani - Pesantren Al-Amien Purwokerto


Arti Hikmatul Hukama dalam Manaqib Syeikh Abdul Qadir Jailani

Artinya: Hendaklah seseorang ahli tasawuf tidak bersedia dan bertindak sebagai seorang mursyid yang memberikan bimbingan kepada manusi,a kecuali ia telah diberi anugerah oleh Allah SWT berupa ilmu ulama’ (ilmal ulama'), strategi seorang raja (siyasatal muluk) dan hikmah yang dimiliki orang-orang yang bijaksana (hikmatul hukama).

Selama ini, pernyataan syekh Abdul Qadir al-Jailani itu menjadi perhatian para guru thariqoh (mursyid) dan muridin (para murid), sementara pernyataan tersebut mengandung kalimat biasa seperti pada kata hikmatul hukama' (hikmah orang-orang bijak).

Pesantren Al-Amien Purwokerto

Lalu, apa yang dimaksud dengan kalimat hikmatul hukama’ dalam kitab al-Manaqib Syeikh Abdul Qodir al-Jaelani tersebut ?

Jawabannya adalah: maksud hikmatul hukama’ adalah ilmu yang dimiliki oleh para alim (ulama), kesabaran dan murah hatinya, keadilan dan ilmu yang bermanfaat serta amaliah yang benar, yang membawa kemaslahatan umat. [Pesantren Al-Amien Purwokerto]

Referensi:

Pesantren Al-Amien Purwokerto

(1) الجوهر الانساني شرح مناقب الشيخ عبد القادر الجيلانى ( ص / 28) و نصه : ( لاينبغى لفقير ان يتصدى ) اي يتهياء (ويتصدر لإرشاد الناس) اي يجلس صدر المجلس لتعليم الناس (إلا ان اعطاه الله علم العلماء و سياسة الملوك) اي تدبير الملوك – الى ان قال – (حكمة الحكماء) اي علم العلماء وحلمهم وعدلهم

(2) جامع الأصول ( ص /101 ) و نصه : الحكمة هي العلم النافع وفعل الصواب.فقيل الحكمة هي التخلق بأخلاق الله بقدر الطاقة البشرية كقوله صلى الله عليه وسلم : الحكمة هي العلم بحقائق الاشياء واوصافها وخواصها واحكامها وارتباط الأسباب بالمسبباب. واسرار انضباط نظام الموجودات والعمل بمقتضاه. اهـ

Dari : http://www.dutaislam.com/2016/09/arti-hikmatul-hukama-dalam-manaqib-syeikh-abdul-qadir-jailani.html

Kamis, 01 September 2011

Dulu, Amaliyah Muhammadiyah Itu NU Banget!

Pesantren Al-Amien Purwokerto - Tulisan kali ini hendak mempertegas tulisan kami yang telah lalu berjudul“Sejarah Awal Muhammadiyah yang Terlupakan”, dimana banyak dari kita belum tahu atau sengaja melupakan sejarah awal Muhammadiyyah.

Secara ringkas kami katakan bahwa, KH. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyyah pada 18 November 1912/8 Dzull Hijjah 1330) dengan KH. Hasyim Asy’ari (pendiri NU pada 31 Januari 1926/16 Rajab 1344) adalah satu sumber guru dengan amaliah ubudiyah yang sama. Bahkan keduanya pun sama-sama satu nasab dari Maulana ‘Ainul Yaqin (Sunan Giri).

Dulu, Amaliyah Muhammadiyah Itu NU Banget! - Pesantren Al-Amien Purwokerto
Dulu, Amaliyah Muhammadiyah Itu NU Banget! - Pesantren Al-Amien Purwokerto


Dulu, Amaliyah Muhammadiyah Itu NU Banget!

Berikut kami kutip kembali ringkasan “Kitab Fiqih Muhammadiyyah”, penerbit Muhammadiyyah Bagian Taman Poestaka Jogjakarta, jilid III, diterbitkan tahun 1343 H/1925 M, dimana hal ini membuktikan bahwa amaliah kedua ulama besar di atas tidak berbeda:

Pesantren Al-Amien Purwokerto

1. Niat shalat memakai bacaan lafadz: “Ushalli Fardha...” (halaman 25).

2. Setelah takbir membaca: “Allahu Akbar Kabiran Walhamdulillahi Katsira...” (halaman 25).

Pesantren Al-Amien Purwokerto

3. Membaca surat al-Fatihah memakai bacaan: “Bismillahirrahmanirrahim”(halaman 26).

4. Setiap shalat Shubuh membaca doa Qunut (halaman 27).

5. Membaca shalawat dengan memakai kata: “Sayyidina”, baik di luar maupun dalam shalat (halaman 29).

6. Setelah shalat disunnahkan membaca wiridan: “Istighfar, Allahumma Antassalam, Subhanallah 33x, Alhamdulillah 33x, Allahu Akbar 33x” (halaman 40-42).

7. Shalat Tarawih 20 rakaat, tiap 2 rakaat 1 salam (halaman 49-50).

8. Tentang shalat & khutbah Jum’at juga sama dengan amaliah NU (halaman 57-60).

KH. Ahmad Dahlan sebelum menunaikan ibadah haji ke tanah suci bernama Muhammad Darwis. Seusai menunaikan ibadah haji, nama beliau diganti dengan Ahmad Dahlan oleh salah satu gurunya, as-Sayyid Abubakar Syatha ad-Dimyathi, ulama besar yang bermadzhab Syafi’i.

Jauh sebelum menunaikan ibadah haji dan belajar mendalami ilmu agama, KH. Ahmad Dahlan telah belajar agama kepada asy-Syaikh KH. Shaleh Darat Semarang. KH. Shaleh Darat adalah ulama besar yang telah bertahun-tahun belajar dan mengajar di Masjidil Haram Makkah.

Di pesantren milik KH. Murtadha (sang mertua), KH. Shaleh Darat mengajar santri-santrinya ilmu agama, seperti kitab al-Hikam, al-Munjiyat karya beliau sendiri, Lathaif ath-Thaharah, serta beragam ilmu agama lainnya. Di pesantren ini, Mohammad Darwis bertemu dengan Hasyim Asy’ari. Keduanya sama-sama mendalami ilmu agama dari ulama besar Syaikh Shaleh Darat.

Waktu itu, Muhammad Darwis berusia 16 tahun, sementara Hasyim Asy’ari berusia 14 tahun. Keduanya tinggal satu kamar di pesantren yang dipimpin oleh Syaikh Shaleh Darat Semarang tersebut. Sekitar 2 tahunan kedua santri tersebut hidup bersama di kamar yang sama, pesantren yang sama dan guru yang sama.

Dalam keseharian, Muhammad Darwis memanggil Hasyim Asy’ari dengan panggilan “Adik Hasyim”. Sementara Hasyim Asy’ari memanggil Muhammad Darwis dengan panggilan “Mas atau Kang Darwis”.

Selepas nyantri di pesantren Syaikh Shaleh Darat, keduanya mendalami ilmu agama di Makkah, dimana sang guru pernah menimba ilmu bertahun-tahun lamanya di Tanah Suci itu. Tentu saja, sang guru sudah membekali akidah dan ilmu fikih yang cukup. Sekaligus telah memberikan referensi ulama-ulama mana yang harus didatangi dan diserap ilmunya selama di Makkah.

Puluhan ulama-ulama Makkah waktu itu berdarah Nusantara. Praktik ibadah waktu itu seperti wiridan, tahlilan, manaqiban, maulidan dan lainnya sudah menjadi bagian dari kehidupan ulama-ulama Nusantara. Hampir semua karya-karya Syaikh Muhammad Yasin al-Faddani, Syaikh Muhammad Mahfudz at-Turmusi dan Syaikh Khaathib as-Sambasi menuliskan tentang madzhab Syafi’i dan Asy’ariyyah sebagai akidahnya. Tentu saja, itu pula yang diajarkan kepada murid-muridnya, seperti KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, Syaikh Abdul Qadir Mandailing dan selainnya.

Seusai pulang dari Makkah, masing-masing mengamalkan ilmu yang telah diperoleh dari guru-gurunya di Makkah. Muhammad Darwis yang telah diubah namanya menjadi Ahmad Dahlan mendirikan persarikatan Muhammadiyyah. Sedangkan Hasyim Asy’ari mendirikan NU (Nahdlatul 'Ulama').

Begitulah persaudaraan sejati yang dibangun sejak menjadi santri Syaikh Shaleh Darat hingga menjadi santri di Tanah Suci Makkah. Keduanya juga membuktikan, kalau dirinya tidak ada perbedaan di dalam urusan akidah dan madzhabnya.

Saat itu, di Makkah memang mayoritas bermadzhab Syafi’i dan berakidahkan Asy’ari. Wajar, jika praktek ibadah sehari-hari KH. Ahmad Dahlan persis dengan guru-gurunya di Tanah Suci. Seperti yang sudah dikutipkan di awal tulisan, semisal shalat Shubuh KH. Ahmad Dahan tetap menggunakan Qunut, dan tidak pernah berpendapat bahwa Qunut sholat subuh Nabi Muhammad Saw adalah Qunut Nazilah. Karena beliau sangat memahami ilmu hadits dan juga memahami ilmu fikih.

Begitupula Tarawihnya, KH. Ahmad Dahlan praktek shalat Tarawihnya 20 rakaat. Penduduk Makkah sejak berabad-abad lamanya, sejak masa Khalifah Umar bin Khattab Ra., telah menjalankan Tarawih 20 rakaat dengan 3 witir hingga sekarang. Jumlah ini telah disepakati oleh sahabat-sahabat Nabi Saw. Bagi penduduk Makkah, Tarawih 20 rakaat merupakan ijma’ (konsensus kesepakatan) para sahabat Nabi Saw.

Sedangkan penduduk Madinah melaksanakan Tarawih dengan 36 rakaat. Penduduk Makkah setiap pelaksanaan Tarawih 2 kali salaman, semua beristirahat. Pada waktu istirahat, mereka mengisi dengan thawaf sunnah. Nyaris pelaksanaan shalat Tarawih hingga malam, bahkan menjelang Shubuh.

Di sela-sela Tarawih itulah keuntungan penduduk Makkah, karena bisa menambah pahala ibadah dengan thawaf. Maka bagi penduduk Madinah untuk mengimbangi pahala dengan yang di Makkah, mereka melaksanakan Tarawih dengan jumlah lebih banyak.

Jadi, baik KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari tidak pernah ada perbedaan di dalam pelaksanaan ubudiyah. Ketua PP. Muhammdiyah, Yunahar Ilyas pernah menuturkan: “KH. Ahmad Dahlan pada masa hidupnya banyak menganut fiqh madzhab Syafi’i, termasuk mengamalkan Qunut dalam shalat Shubuh dan shalat Tarawih 23 rakaat. Namun, setelah berdirinya Majelis Tarjih pada masa kepemimpinan KH. Mas Manshur, terjadilah revisi-revisi, termasuk keluarnya Putusan Tarjih yang menuntunkan tidak dipraktekkannya doa Qunut di dalam shalat Shubuh dan jumlah rakaat shalat Tarawih yang sebelas rakaat.”

Sedangkan jawaban enteng yang dikemukan oleh dewan tarjih saat ditanyakan: “Kenapa ubudiyyah (praktek ibadah) Muhammadiyyah yang dulu dengan sekarang berbeda?” Alasan mereka adalah karena “Muhammadiyyah bukan Dahlaniyyah”.

Masihkah di antara kita yang gemar mencela dan mengata-ngatai amaliah-amaliah Ahlussunnah wal Jama’ah Nahdlatul Ulama' sebagai amalan bid’ah, musyrik dan sesat? 

Dari : http://www.dutaislam.com/2016/06/dulu-amaliyah-muhammadiyah-itu-nu-banget.html

Jumat, 13 Mei 2011

Dipolisikan Berkali-Kali, Bib Rizieq Minta Kasusnya Selesai Secara Kekeluargaan

Pesantren Al-Amien Purwokerto - Petinggi Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab telah berkali-kali dipolisikan berbagai pihak sejak Desember 2016 lalu. Terhadap berbagai laporan itu, Rizieq mengaku pihaknya menginginkan agar persoalan hukum yang sedang dituduhkan kepadanya diselesaikan secara kekeluargaan, termasuk kasus yang menjeratnya.

"Janganlah kita coba saling lapor karena ini bisa mengantarkan pada konflik horizontal. Mestinya kepolisian menjembatani," ujar Rizieq, di Jakarta, Selasa (17/01/2017), sebagaimana dilansir dari situs Jitunews.com.

Tidak hanya itu, mantan Ketua Umum FPI ini juga mengharapkan agar pihak kepolisian dapat memediasi dirinya dengan berbagai pihak yang mempolisikan dirinya belakangan ini. "Bahkan kalau ada laporan-laporan, mestinya kepolisian mencoba untuk memediasi, apalagi kalau masalahnya sensitif," ungkapnya.

Dipolisikan Berkali-Kali, Bib Rizieq Minta Kasusnya Selesai Secara Kekeluargaan - Pesantren Al-Amien Purwokerto
Dipolisikan Berkali-Kali, Bib Rizieq Minta Kasusnya Selesai Secara Kekeluargaan - Pesantren Al-Amien Purwokerto


Dipolisikan Berkali-Kali, Bib Rizieq Minta Kasusnya Selesai Secara Kekeluargaan

Pesantren Al-Amien Purwokerto

Sebagai contoh, menurut Rizieq, dalam kasus logo BI yang diklaimnya sebagai logo palu arit. Seharusnya, kata Rizieq, pihak kepolisian memediasi dia dan pihak terkait, yaitu BI dan Menkeu.

"Mestinya kalau saya protes keras, kalau itu dianggap hate speech, arahan Kapolri kepada kepolisian adalah menjembatani antara mereka yang bersuara keras dan yang diprotes. Harusnya polisi mediasi kami dengan Bank Indonesia dan pihak terkait. Tidak ada mediasi," tegas Rizieq.

Suami Syarifah itu menambahkan, pendekatan kekeluargaan juga perlu dilakukan dalam kasus komentar yang disampaikannya terkait pidato Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri pada peringatan HUT ke-44 PDI-P yang dianggapnya mengandung unsur penistaan agama.

Ia mengaku telah menonton pidato Megawati hingga 10 kali sehingga meyakini bahwa pidato tersebut mengandung unsur penistaan agama dan bangsa. "Alangkah baiknya kalau itu didialogkan secara kekeluargaan," ungkapnya.

Pesantren Al-Amien Purwokerto

Rizieq bersedia meminta maaf jika memang salah paham terhadap pidato Megawati tersebut. Namun, Megawati, menurut dia, juga harus mengklarifikasi isi pidatonya jika memang salah ucap. Jalur kekeluargaan dianggapnya diperlukan tak hanya bagi kasus hukum ini, tetapi bagi kasus-kasus hukum lainnya.

Dengan demikian, tak setiap orang dengan mudahnya melaporkan satu sama lain. "Kami menahan diri (untuk melapor) supaya polisi bisa memediasi. Bukan hanya urusan kepada Bu Mega, melainkan juga dengan segala kelompok," kata Rizieq.

Sebagaimana diketahui, Rizieq sebelumnya dilaporkan oleh berbagai pihak terkait sejumlah kasus, yakni dugaan penistaan agama, terkait logo Bank Indonesia di uang kertas, dugaan penistaan terhadap Pancasila, dan terkait pernyataan soal "sampurasun". [Pesantren Al-Amien Purwokerto]

Dari : http://www.dutaislam.com/2017/01/dipolisikan-berkali-kali-bib-rizieq-minta-kasusnya-selesai-secara-kekeluargaan.html

Minggu, 12 Desember 2010

NU Pasca 212 dan Glorifikasi Politik Rasial Pilkada DKI

Pesantren Al-Amien Purwokerto - Sebutan aksi super damai Jumat 12 Desember 2016 di kawasan Monas Jakarta-- konon mencengangkan dunia. Aksi massa yang biasanya dalam hitungan puluhan ribu orang, 212 memobilisasi ratusan ribu. Aksi massa besar yang biasanya dibumbui praktek rusuh, 212 berlangsung sangat damai.

Aksi massa akbar yang biasanya menyisakan sampah dan pengrusakan taman, 212 berakhir dengan kesan bersih dan rapih. 212 banjir pujian publik. Ingat sambutan dan pekik takbir Presiden Joko Widodo usai Jumatan bersama jamaah Aksi?

NU Pasca 212 dan Glorifikasi Politik Rasial Pilkada DKI - Pesantren Al-Amien Purwokerto
NU Pasca 212 dan Glorifikasi Politik Rasial Pilkada DKI - Pesantren Al-Amien Purwokerto


NU Pasca 212 dan Glorifikasi Politik Rasial Pilkada DKI

Masih misteri bagaimana 212 bisa terorganisasi. Adakah karena FPI Habib Rizieq? Selama ini pengerahan massa FPI dalam berbagai momen hanya bergerombol dan terkenal anarkis atas nama nahi munkar. Adakah karena isu penistaan agama? Bukan kali ini saja isu penistaan kitab suci mengemuka. Adakah karena semangat khilafah?

Dalam urusan ancaman atas NKRI, Polri dan TNI tidak mungkin mentoleransi. Adakah karena sentimen Wahabi? Aliran ini tidak lazim dengan demo dan festival shalawatan. Adakah karena kepentingan Pilkada DKI? Massa 212 melibatkan peserta dari berbagai daerah yang tidak ada hubungannya dengan DKI.

Pesantren Al-Amien Purwokerto

Demikian misteri sehingga 212 diglorifikasi sebagai gerakan suci atas nama Tuhan. Konsekuensinya, upaya merasionalisasikan 212 atau apatis dengan 212 --apalagi mengkritisinya-- menjadi sasaran buli.

Adalah Nahdlatul Ulama (NU) korbannya. NU dibuli habis di medsos. Seabreg sebutan negatif menyasar para tokoh dan pengurus NU. Resonansi Islam Nusantara yang menjadi trade-mark NU bagai tenggelam dalam kubangan hina versus Islam militan. Aktifis NU merasa kewalahan dengan arus cacian dan olok-olok. Bahkan tidak sedikit di antara nahdliyyin sendiri pun termakan dan larut dalam tradisi buli --melupakan martabat kyai.

Pesantren Al-Amien Purwokerto

Jamiyyah NU memang tidak mendorong warganya untuk ikut dalam 212. PBNU melalui Lembaga Bahtsul Masailnya mengeluarkan simpulan tidak sah bershalat jumat di jalan umum. Salah seorang tokohnya men-tweet kalau rencana shalat di sepanjang jalan MH Thamrin itu bid'ah besar. Alih-alih ikut 212, pesantren-pesantren nahdliyyin seperti Lirboyo, Tebu Ireng, Langitan, Sarang, Lasem, Kajen, dan Babakan Ciwaringin lebih asyik mengaji sebagaimana kesehariannya.

212 sudah berlalu. Apa akan ada aksi serupa atau aksi lanjutan ke depan? Belum ada berita resmi. Bagaimana dengan NU? Apa akan ada reposisi sebagai adjustment atas dampak 212? Ataukah NU akan terpolarisasi antara NU Rais Am dan NU Ketua Umum? Ataukah NU akan semakin mengkristal dalam watak kebangsaannya? Sambil menuggu perkembangan apa yang akan terjadi dengan NU paska 212, beberapa catatan kecil berikut mungkin bisa diperhatikan.

Tradisi konflik dalam sejarah NU sudah menjadi watak. Pernyataan ini jangan buru-buru diterima. Ada catatannya, yakni bahwa konflik dalam tradisi NU bukanlah pertengkaran atau perseteruan, tetapi lebih pada perbedaan pendekatan dalam merespons permasalahan. Sebabnya sederhana, yakni adanya independensi pada setiap kyai, karena satu sama lain tidak ada pretensi saling menguasai. Bukankah jamiyyah bertugas untuk menyatukan? Memang. Tetapi dalam NU, persatuan tidak menafikan kemandirian dan perbedaan. Fenomena inilah yang sering difahami di permukaan sebagai konflik.

Tidak dipungkiri NU lekat dengan kultur Jawa-santri. Ciri menonjol kultur ini adalah respek terhadap habaib di satu sisi dan respek terhadap budaya lokal di sisi lain. Apa yang diminta dan diperintah Habaib hampir pasti dijalankan. Namun dalam keseharian nahdliyyin berbaur dengan kehidupan masyarakat sebagaimana adanya.

Para kyai bersedia menemani kalangan yang minimalis dalam beragama. Tidak heran jika simbol kekiyaian tidak selalu identik dengan nuansa Arab. Santrinisasi yang dilakukan kyai lebih bersifat substantif sehingga terkesan membela budaya lokal dari pada budaya Arab. Corak pemikiran keagamaan di kalangan NU sederhananya bergerak antara fiqh dan tasawwuf. Interaksi antara dua pendekatan yang menonjol ini membuat produk pemikiran NU tegas tetapi lentur. Tegas dalam kedudukan hukumnya, tetapi lentur dalam proses penerapannya. Dalam banyak kasus, kesan lentur lebih dominan sehingga dianggap plin-plan oleh kalangan yang ketat dengan syariah. Walaupun, dalam kenyataannya, kelenturan itu justru menguntungkan kepentingan orang banyak.

Pola politik NU lebih menekankan komitmen kebangsaan. Ini berbeda dengan pola politik Islam-puritan yang bersikeras menerapkàn syariah sebagaimana difahaminya. Bagi kelompok ini, sebuah negara-bangsa harus tunduk pada formalitas Islam. Sementara bagi NU, Pancasila adalah azaz final NKRI. Menjalankan Pancasila adalah menjalankan Islam.

Walau bernama Pancasila, ideologi negara ini sejalan dengan ajaran Islam sebagaimana diperjuangkan para kyai yang ikut menyusun konstitusi negara ini. Sebaliknya, menjalankan apa yang disebut syariat Islam dengan menentang Pancasila, akan membahayakan NKRI dan pada gilirannya merugikan perjuangan Islam yang sebenarnya. Dengan Pancasila, hubungan Islam dan negara dipandang sudah selesai. Posisi ini bukan tanpa argumen Al-Quran dan al-Hadits sebagaimana lazimnya para kyai berfikir dan bertindak.

Demikian total komitmen NU terhadap Pancasila dan NKRI sehingga siapa saja yang menyelewengkan atau berusaha memecah belahnya, akan dilawan habis. Dalam sejarah, NU tidak ragu berjihad untuk mengusir penjajah yang melanggar kedaulatan NKRI. Sejarah juga mencatat kegigihan relawan nahdliyyin dalam mengganyang PKI yang mempreteli Pancasila.

Begitupun NU tidak mentoleransi gerakan pendirian Negara Islam yang akan menggantikan NKRI. NU sangat sadar mana gerakan Islam sebagai sebuah dakwah amar makruf nahi munkar dan mana gerakan Islam sebagai alat pemburu kepentingan.

Gerakan politik Islam dimungkinkan muncul dalam alam demokrasi. Bahkan tidak jarang resonansinya mencuat begitu kuat dan memukau. Kalangan a-historis mudah termakan dan larut begitu saja dalam jargon-jargon kitab suci yang diusung politik Islam ini.

Dalam waktu bersamaan, gerakan kebangsaan berbasis budaya lokal tidak jarang menunjukan posisi alergi terhadap peran agama. Arti dan peran ajaran agama direduksi dan bahkan cenderung dinafikan. Kekuatan moral agama pun cenderung terabaikan alias dijauhkan dari Pancasila.

Dua arus dan pola politik ekstrim ini akan terus bertarung dan seringkali mempertaruhkan keberlangsungan NKRI. Adalah NU --dari kalangan Islam-- yang mengambil posisi penyeimbang dan pemersatu, konsisten dengan Pancasila dan setia dengan NKRI.

Dinamika dan konstalasi politik terus bergerak. Kehadiran NU sangat vital dan menjadi target perhatian semua faksi. Dengan pengalamannya yang panjang dan pola keberagamaannya yang istiqamah dan toleran, NU harus semakin cerdas dan berani.

Penetrasi politik Islam belakangan sangat tinggi sebagai reaksi atas kekuatan politik kebangsaan yang mendominasi berbagai lini pemerintahan. Sangat mungkin muncul reaksi balik yang menekan politik Islam pada gilirannya.

Pertarungan boleh jadi akan terus memanas, tetapi politik adiluhung NU harus terus hidup dan menjadi pemersatu semua elemen bangsa. Tidak dalam posisi terjepit, melainkan dalam posisi terdepan untuk mengawal Pancasila dan menjaga keutuhan NKRI. Wallahu a'lam bish-shawab. [Pesantren Al-Amien Purwokerto]

Dari : http://www.dutaislam.com/2016/12/nu-pasca-212-dan-glorifikasi-politik-rasial-pilkada-dki.html

Nonaktifkan Adblock Anda

Perlu anda ketahui bahwa pemilik situs Pesantren Al-Amien Purwokerto sangat membenci AdBlock dikarenakan iklan adalah satu-satunya penghasilan yang didapatkan oleh pemilik Pesantren Al-Amien Purwokerto. Oleh karena itu silahkan nonaktifkan extensi AdBlock anda untuk dapat mengakses situs ini.

Fitur Yang Tidak Dapat Dibuka Ketika Menggunakan AdBlock

  1. 1. Artikel
  2. 2. Video
  3. 3. Gambar
  4. 4. dll

Silahkan nonaktifkan terlebih dahulu Adblocker anda atau menggunakan browser lain untuk dapat menikmati fasilitas dan membaca tulisan Pesantren Al-Amien Purwokerto dengan nyaman.


Nonaktifkan Adblock